Spanyol, Islam dan Perubahan
Selama kurang lebih 700 tahun, sejak abad Islam ke-2 hingga ke-9, peradaban Islam mungkin merupakan peradaban paling produktif dibandingkan peradaban manapun di wilayah sains, dan sains Islam berada di garda depan.
Sejak abad Islam ke-9, berangsur-angsur kegiatan sains Islam berkurang tetapi tidak mati sama sekali. Kegiatan penting masih berlangsung khususnya di bidang kedokteran dan farmakologi di wilayah timur Islam pada periode sejarah Islam berikutnya. Ilmu pengetahuan atau sains Islam, yakni ilmu pengetahuan yang dikembangkan oleh umat Islam sejak abad ke-2 H., sudah pasti hal inimerupakan salah satu pencapaian besar dalam peradaban Islam. Tanpa itu bukan hanya tidak akan ada sains abad pertengahan, renaisance dan kemudian menyusul Barat, melainkan juga salah satu studi paling penting tentang alam dalam kaitannya sebagai semesta religius yang hanya mampu dicapai oleh sains Islam.[1]
Pengaruh Peradaban Islam di Eropa
Spanyol merupakan pusat peradaban bagi Eropa dalam mempelajari peradaban Islam, baik dalam hubungan politik, sosial, maupun perekonomian dan peradaban antar negara.
Kemajuan Eropa yang terus berkembang hingga sekarang banyak bermula dari khazanah ilmu pengetahuan Islam yang berkembang di periode klasik Spanyol. Memang banyak cara bagaimana peradaban Islam mempengaruhi Eropa, seperti Sicilia dan Perang Salib, tetapi yang terpenting adalah Spanyol.
Spanyol merupakan tempat utama bagi Eropa, belajar dari peradaban Islam, baik dalam bentuk hubungan politik, sosial, maupun perekonomian dan peradaban antar negara. Orang-orang Eropa melihat kenyataan bahwa Spanyol berada di bawah kekuasaan Islam jauh meninggalkan negara-negara tetangganya Eropa, terutama dalam bidang pemikiran dan sains di samping bangunan fisik.
Salah satu di antara adalah pemikiran Ibn Rusyd (1120–1198 M). Ia bisa melepaskan ikatan kebodohan dan mengajarkan kebebasan berfikir. Ia menjelaskan pemikiran Aristoteles dengan detail dan komprehensif sehingga dapat memikat semua orang yang berpikiran bebas. Ia mengedepankan sunatullah menurut pengertian Islam terhadap pantheisme dan anthropomorphisme Kristen. Demikian besar pengaruhnya di Eropa, hingga di Eropa timbul gerakan Averroeisme (Ibn Rusydisme) yang menuntut kebebasan berpikir. Pihak gereja menolak pemikiran rasional yang dibawa gerakan Averoeisme ini.
Berawal dari gerakan Averroeisme inilah di Eropa kemudian lahir reformasi pada abad ke-16 M dan rasionalisme pada abad ke-17 M. Pengaruh ilmu pengetahuan Islam atas Eropa yang sudah berlangsung sejak abad ke-12 M itu menimbulkan gerakan kebangkitan kembali (renaisance) pusaka Yunani di Eropa pada abad ke-14 M yang bermula di Italia, dan pencerahan (aufklaerung) pada abad ke-18 M.. Berkembangnya pemikiran Yunani di Eropa kali ini adalah melalui terjemahan Arab yang dipelajari dan kemudian diterjemahkan kembali ke dalam bahasa latin.[2]
3. Kontribusi Intelektual Islam terhadap Barat
A. Filsafat
Perkembangan filsafat di Andalusia dimulai sejak abad ke-8 hingga abad ke- 10 M. Manuskrip-manuskrip Yunani telah diteliti dan diterjemahkan ke dalam bahasa Arab. Pada masa khalifah Abbasiyah, al-Mansur (754–755 M.) telah dimulai aktivitas penerjemahan hingga masa khalifah al-Makmun (813–833 M.).[3]
Tokoh utama dalam sejarah filsafat Arab-Spanyol adalah Abu Bakr Muhammad ibn al-Sayigh yang lebih dikenal dengan Ibn Bajjah (Avenpace, Avempace). Dilahirkan di Saragosa, ia pindah ke Sevilla dan Granada. Meninggal karena keracunan di Fez tahun 1138 M dalam usia yang masih muda[4].
Abu Bakr ibn Thufain adalah salah satu tokoh filsafat, beliau adalah penduduk asli Wadi Asy, sebuah dusun kecil di sebelah timur Granada dan wafat pada usia lanjut tahun 1185 M. Ia banyak menulis masalah kedokteran, astronomi dan filsafat. Karya filsafatnya yang sangat terkenal adalah Hay ibn Yaqzhan.
Pada akhir abad ke-12 M muncul tokoh filsafat dalam islam, yaitu Ibn Rusyd dari Cordova. Ia lahir tahun 1126 M dan meninggal tahun 1198 M. Ia begitu cermat dalam menafsirkan naskah-naskah Aristoteles dan cermat dalam memecahkan masalah-masalah kontroversial tentang keserasian filsafat dan agama. Dia juga terkenal genius dalam masalah fiqih dan menulis kitab Bidayah al- Mujtahid.[5] Karya filsafatnya adalah Tahafut atTahafut, sebagai jawaban atas sanggahan AlGhazali dalam karyanya berjudul Tahafut al Falasifah.
B. Sains dan Astronomi
Sains yang terdiri dari ilmu-ilmu kedokteran, fisika, matematika, astronomi,
kimia, botani, zoology, geologi, ilmu obat-obatan juga berkembang dengan baik. Nama penting pertama yang dalam bidang matematika adalah Al Khawarizmi. Yang dikenal di kalangan sarjana latin dengan sebutan Algorismus atau Alghoarismus. Ia bekerja di Bayt Al Hikm pada masa kekhalifahan al Mamun, dan wafat pada tahun 846. Ia menghasillkan karya tabel astronomi sederhana yang diberi nama Sindhind. Ia juga memberi landasan untuk aljabar dan cara penulisan desimal dalam bidang aritmatika.[6]
Adapun dibidang kedokteran, mereka adalah Tabib ibn Qurra’, Ar-Razi, Ibn Sina, Umm al-Hasan bint Abi Ja’far dan saudara perempuannya al-Hafidz adalah dua orang ahli kedokteran dari kalangan wanita.
Abbas ibn Famas terkenal dalam ilmu kimia dan astronomi. Ia menemukan pembuatan kaca dari batu. Ibrahim ibn Yahya al-Naqqash terkenal dalam ilmu astronomi. Ia dapat menentukan waktu terjadinya gerhana matahari dan menentukan berapa lamanya. Ia juga berhasil membuat teropong modern yang dapat menentukan jarak antara tata surya dan bintang-bintang. [7]
C. Musik dan Kesenian
Dalam bidang musik dan kesenian, Islam di Spanyol mencapai kecemerlangan dengan tokohnya al-Hasan ibn Nafi yang dijuluki Zaryab. Setiap kali diselenggarakan pertemuan dan jamuan, Zaryab selalu tampil mempertunjukkan kemampuannya. Ia juga terkenal sebagai pengubah lagu. Ilmu yang dimilikinya itu, ia diturunkan semua orang.[8]
D. Ilmu Kebahasaan dan Sastra
Al-Qali (901–67 M), seorang profesor universitas Cordova kelahiran Amenia (awalnya) belajar di bagdad, baru kemudian disusul oleh Muhammad bin Hasan AI-Zubaydi (928–989), seorang muridnya yang berdarah asli Spanyol (kelahiran Seville) yang mewarnai hampir seluruh ilmu gurunya itu.[9]
Di Spanyol, Bahasa Arab menjadi bahasa administrasi dalam pemerintahan Islam. Hal itu dapat diterima oleh orang-orang Islam dan non-Islam. Bahkan, penduduk asli Spanyol mengesampingkan bahasa asli mereka. Mereka juga banyak yang ahli dan mahir dalam bahasa Arab, baik keterampilan berbicara maupun tata bahasa.
Mereka itu antara lain: Ibn Sayyidih, Ibn Malik pengarang Nadzam Alfiyiyah, Ibn Khuruf, Ibn al-Hajj, Abu Ali al-Isybili, Abu al-Hasan Ibn Usfur, dan Abu Hayyan al-Ghamathi. Seiring dengan kemajuan bahasa itu, karya-karya sastra bermunculan, seperti Al-’Iqd al-Farid oleh Ibn Abd Rabbihi, al-Dzakhirahji Mahasin Ahl al-Jazirah oleh Ibn Bassam, Kitab al-Qalaid oleh al-Fath ibn Khaqan, dan banyak lagi yang lain.[10]
E. Fiqih
Spanyol Islam mayoritas penganut mazhab Maliki. Orang yang memperkenalkan mazhab Maliki adalah Ziyad ibn Abdurrahman. Perkembangan selanjutnya diteruskan oleh Ibn Yahya yang menjadi Qadhi pada masa Hisyam Ibn Abdurrahman. Selain itu juga ada Fuqaha lain diantaranya Abu Bakr ibn al-Quthiyah, Munzir Ibn Sa’id al-Baluthi dan Ibn Hazm.
F. Perkembangan Pendidikan
Beberapa kota di Spanyol memilki universitas besar, diantaranya terdapat di Kordova, Seville, Malaga, dan Granada. Universitas Kordova memiliki beberpa jurusan seperti astronomi, matematika, teologi, hukum dan kedokteran.Universitas Granada didirikan oleh khalifah Nashriyyah ketujuh, Yusuf abu al Hajjaj.[11]
4. Faktor yang Melatarbelakangi Pertumbuhan Intelektual Islam di Spanyol
Ada beberapa faktor yang melatar belakangi dan mempengaruhi cepatnya pertumbuhan intelektual Islam di Spanyol diantaranya adalah:
a. Keberagaman yang ada pada masyarakat Spanyol yang mana mereka terdiri dari komunitas-komunitas seperti bangsa Arab (tinggal di bagian utara dan selatan), al-Muwalladun (orang-orang Spanyol yang masuk Islam), Barbar (umat Islam yang berasal dari Afrika Utara), al-Shaqalibah (penduduk daerah antara Konstatinopel dan Bulgaria) inilah yang membuat dan memberikan kontribusi yang besar bagi perkembangan intelektual, yang nantinya akan melahirkan kebangkitan ilmiah, sastra dan pembangunan fisik di Spanyol.
b. Beberapa penguasa yang pernah memerintah di Spanyol, mereka tidak pernah ikut campur terhadap suatu aliran atau faham, baik dalam pemikiran maupun dalam ilmu pengetahuan, sehingga pada saat itu setiap individu mempunyai kebebasan mengeluarkan pendapat dan menyebarluaskannya ke orang lain.
c. Kebijakan penguasa pemerintahan yang mendukung dalam hal kemajuan ilmu pengetahuan dan pemikiran, diantaranya terbentuknya institusi-institusi bidang pengetahuan dan pemikiran.
d. Adanya kebebasan tersebut mereka akhirnya bebas pergi ke beberapa negera untuk belajar dan menambah wacana berfikir, yang kemudian kembali ke Spanyol dengan membawa wacana yang baru.
e. Dan dengan adanya kebebasan tersebut merangsang pula kepada orang luar untuk menyebarkan dan meyakinkan kebenaran pemikirannya kepada orang Spanyol.
f. Setelah terjadinya percampuran pemikiran tersebut akhirnya melahirkan pemikiran yang benar original, dengan corak dan khas yang berbeda namun tetap nampak ciri dan karakteristik masing-masing.[12]
5. Perkembangan Islam Di Spanyol
Sejarah yang dilalui umat Islam di Spanyol, dibagi menjadi enam periode yaitu:[13]
a. Periode Pertama (711–755 M)
Pada periode ini, Spanyol berada di bawah pemerintahan para wali yang diangkat oleh Khalifah Bani Umayah yang terpusat di Damaskus. Pada periode ini, stabilitas politik negeri Spanyol belum tercapai secara sempurna, gangguan-gangguan masih terjadi, baik dari dalam maupun dari luar. Gangguan dari dalam antara lain berupa perselisihan di antara elite penguasa, terutama akibat perbedaan etnis dan golongan. Di samping itu, terdapat perbedaan pandangan antara Khalifah di Damaskus dan gubernur Afrika Utara yang berpusat di Kairawan. Masing-masing mengaku bahwa merekalah yang paling berhak menguasai daerah Spanyol ini. Oleh karena itu, terjadi dua puluh kali pergantian wali (gubernur) Spanyol dalam jangka waktu yang amat singkat. Perbedaan pandangan politik itu menyebabkan sering terjadi perang saudara.
b. Periode Kedua (755–912 M)
Pada periode ini, Spanyol berada di bawah pemerintahan seorang yang bergelar amir (panglima atau gubernur) tetapi tidak tunduk kepada pusat pemerintahan Islam, yang ketika itu dipegang oleh Khalifah Abbasiyah di Baghdad.
Amir pertama adalah Abdurrahman I yang memasuki Spanyol tahun 138 H/755 M dan diberi gelar Al-Dakhil (yang masuk ke Spanyol). Ia berhasil mendirikan dinasti Bani Umayyah di Spanyol. Penguasa-penguasa Spanyol pada periode ini adalah Abd al-Rahman al-Dakhil, Hisyam I, Hakam I, Abd al-Rahman al-Ausath, Muhammad ibn Abd al-Rahman, Munzir ibn Muhammad, dan Abdullah ibn Muhammad.
Pada periode ini, umat Islam Spanyol mulai memperoleh kemajuan-kemajuan baik dibidang politik maupun bidang peradaban. Abd al-Rahman al-Dakhil mendirikan masjid Cordova dan sekolah-sekolah di kota-kota besar Spanyol. Hisyam dikenal sebagai pembaharu dalam bidang kemiliteran, dan mempelopori tentara bayaran di Spanyol. Sedangkan Abd al-Rahman al-Ausath dikenal sebagai penguasa yang cinta ilmu. Pemikiran filsafat juga mulai pada periode ini, terutama di zaman Abdurrahman al-Ausath.[14]
c. Periode Ketiga (912–1013 M)
Periode ini berlangsung mulai dari pemerintahan Abd al-Rahman III yang bergelar “An-Nasir” sampai munculnya “raja-raja kelompok” yang dikenal dengan Muluk al-Thawaif. Pada periode ini Spanyol diperintah oleh penguasa dengan gelar khalifah, penggunaan khalifah tersebut bermula dari berita yang sampai kepada Abdurrahman III, bahwa Muktadir, khalifah daulah Bani Abbas di Baghdad meninggal dunia dibunuh oleh pengawalnya sendiri. Karena itulah gelar ini dipakai mulai tahun 929 M.
Khalifah-khalifah besar yang memerintah pada periode ini ada tiga orang yaitu Abd al-Rahman al-Nasir (912–961 M), Hakam II (961–976 M), dan Hisyam II (976–1009 M). Pada periode ini umat Islam Spanyol mencapai puncak kemajuan dan kejayaan menyaingi kejayaan daulat Abbasiyah di Baghdad. Abd al-Rahman al-Nasir mendirikan universitas Cordova.
Akhirnya pada tahun 1013 M, Dewan Menteri Cordova menghapus jabatan khalifah. Ketika itu Spanyol sudah terpecah dalam banyak negara kecil yang berpusat di kota-kota tertentu.
d. Periode Keempat (1013–1086 M)
Spanyol terpecah menjadi lebih dari tiga puluh negara kecil di bawah pemerintahan raja-raja golongan atau Al-Mulukuth-Thawaif yang berpusat di suatu kota seperti Seville, Cordova, Toledo. Yang terbesar diantaranya adalah Abbadiyah di Seville. Pada periode ini umat Islam mengalami pertikaian internal.
Tetapi ketika ada perang saudara, di antara pihak-pihak yang berselisih meminta bantuan kepada raja Kristen. Melihat kelemahan yang menimpa keadaan politik Islam, orang-orang Kristen pada periode ini mulai mengambil tindakan penyerangan. Meskipun kehidupan politik tidak stabil, namun kehidupan intelektual terus berkembang. Para sarjana dan sastrawan mendapatkan perlindungan dari kekuasaan.
e. Periode Kelima (1086–1248 M)
Pada periode ini Spanyol Islam walaupun terpecah dalam beberapa negara, tetapi terdapat satu kekuatan yang dominan, yaitu kekuasaan dinasti Murabithun (1086–1143 M) dan dinasti Muwahhidun (1146–1235 M).
Dinasti Murabithun pada mulanya adalah sebuah gerakan agama yang didirikan oleh Yusuf ibn Tasyfin di Afrika Utara. Pada tahun 1062 M. Dia berhasil mendirikan sebuah kerajaan yang berpusat di Marakesy. Pada masa dinasti Murabithun, Saragosa jatuh ke tangan Kristen, tepatnya tahun 1118 M.
Dinasti Muwahhidun didirikan oleh Muhammad ibn Tumazi (w.1128). Dinasti ini datang ke Spanyol di bawah pimpinan Abd al-Mun’im. Pada tahun 1212 M, tentara Kristen memperoleh kemenangan besar di Las Navas de Tolesa. Kekalahan yang dialami Muwahhhidun menyebabkan penguasanya memilih meninggalkan Spanyol dan kembali ke Afrika Utara tahun 1235 M. Tahun 1238 M Cordova jatuh ke tangan penguasa Kristen dan Seville jatuh tahun 1248 M. Seluruh Spanyol, kecuali Granada lepas dari kekuasaan Islam.[15]
f. Periode Keenam (1248–1492 M)
Islam Spanyol bertahan diwilayah Granada dibawah kuasa dinasti bani Amar pendiri dinasti ini adalah Sultan Muhammad bin Yusuf Al-Nasr, oleh karena itu kerajaan itu disebut juga Nasriyyah.[16]
Periode ini, Islam hanya berkuasa di daerah Granada, di bawah dinasti Bani Amar (1232–1492). Peradaban kembali mengalami kemajuan seperti di zaman Abdurrahman an-Nasir. Kekuasaan Islam yang merupakan pertahanan terakhir di Spanyol ini berakhir karena perselisihan orang-orang istana dalam perebutan kekuasaan. Abu Abdullah Muhammad merasa tidak senang kepada ayahnya karena memilih anak yang lain sebagai pengganti menjadi raja. Dia memberontak dan berusaha merampas kekuasaannya.
Dalam pemberontakan itu, ayahnya terbunuh dan digantikan oleh Muhammad ibn Sa’ad. Abu Abdullah kemudian meminta bantuan kepada Ferdenand dan Isabella untuk menjatuhkannya. Dua penguasa Kristen ini dapat mengalahkan penguasa yang sah dan Abu Abdullah naik tahta
Mereka ingin merebut kekuasaan terakhir umat Islam di Spanyol. Abu Abdullah tidak kuasa menahan serangan-serangan orang Kristen tersebut dan pada akhirnya kalah. Dia menyerahkan kekuasaan kepada Ferdenand dan Isabella, kemudian hijrah ke Afrika Utara. Dengan demikian berakhirlah kekuasaan Islam di Spanyol tahun 1492 M. Umat Islam setelah itu dihadapkan kepada dua pilihan, masuk Kristen atau pergi meninggalkan Spanyol.
Catatan Kaki
[1] Lihat: http://www.sarjanaku.com/2010/02/sejarah-peradaban-islamkemajuan.html diakses tanggal 23 oktober 2014 jam 10 15 wib.
[2] Lihat: http://makalah-ibnu.blogspot.com/2009/11/masa-keemasan-islam-di-spanyol-dan.html
Diakses jam 10: 14 wib tanggal 23 oktober 2014.
[3]W. Montgomery Watt, Islam dan Peradaban Dunia: Pengaruh Islam Atas Eropa Abad pertengahan, ( Jakarta: Gramedia, 2004) cet. 4, hal. 45
[4] Lihat: http://hidupituimpian.wordpress.com/2012/05/06/kemajuan-peradaban-islam-di-spanyol-andalusia.html diakses pukul 10: 25 wib tanggal 23 Oktober 2014
[5] Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: AMZAH, 2009), hal 172
[6] Opcit, W. Montgomery Watt, hal. 51
[7] Lihat: http://makalah-ibnu.blogspot.com/2009/11/masa-keemasan-islam-di-spanyol-dan.html diakses tanggal 23 oktober 2014 jam 10: 14 wib.
[8] M. Ilyas, Kemajuan Ilmu Pengetahuan Islam Dan Pengaruhnya Terhadap Peradaban Dunia Barat, (Semarang, tp, 2012) hal. 5
[9] Pilip K. Hitti, History of The Arabs, ( London: Macmillan,1970) edisi ke-10. Hal. 557
[10] Lihat: Loc.cit
[11] Lihat: Pilip K. Hitti. Hal. 716
[12] Lihat : http://salmaanal-farisi.blogspot.com diakses jam 10:15 tanggal 23 oktober 2014
[13] Lihat : Dr, Badri Yatim, M.A, Sejarah Peradaban Islam, PT: Gravindo Persada : 2003, hlm 93
[14] Ibid, hlm 95
[15] Ibid, hlm 98
[16] Prof.Dr. Hj. Musyrifah Sunanto,sejarah islam klasik, Jakarta Timur, Penada Media:2003, hlm 12