Sejarah dan Tantangan Gerakan Moderasi di Indonesia, Apa Saja? Cek Saja

Haris Fauzi
3 min readFeb 6, 2021

--

Kerja moderasi ini bukan kerja pemerintah belaka, namun kerja seluruh lapisan masyarakat, dalam aspek non formal perlu adanya sebuah gerakan literasi yang syarat akan nilai universal kemanusiaan

Indonesia.~

Gerakan moderasi tidak muncul di dalam ruang yang hampa akan sejarah, dia akan selalu bersinggungan dengan realita yang mengelilinginya, tak terkecuali di Indonesia. Tercatat sebelum Indonesia lahir pada tahun 1945, para elit negara bersilang pendapat dalam perumusan pancasila terkhusus dalam sila pertamanya.

Sila pertama sebelum disahkan sekarang menuai polemik dari perwakilan Timur Indonesia dan akhirnya atas kesepakatan bersama tujuh kata di sila pertama diganti dengan Ketuhanan Yang Maha Esa, yang betujuan meminimalisir konflik ketika Indonesia yang baru saja merdeka.

Itulah bentuk moderasi masyarakat Indonesia ketika baru saja menyatakan kemerdekaannya.

Namun sekarang, setelah reformasi berjalan hampir dua dekade tingkat pemahaman akan teks keagaamaan yang ada kiat surut bahkan nyaris hilang. Ketika dulu kelompok keagamaan lebih bisa menerima perbedaan dan mengedepankan spiritualitas, namun sekarang mulai frontal dan sering meributkan sesuatu yang bukan esensi.

Dampaknya bisa kita lihat bersama semakin banyak konflik yang ada dan dibuat-buat oleh kelompok garis keras hanya karena meributkan persoalan yang telah selesai dalam tataran formalis. Contoh baru-baru ini, semisal bom di Sarinah (2016), Pembakaran Vihara di Tanjung Balai terkait kasus Meiliana (2016), dan penyerangan di Gereja (2018). Sebagian kasus tadi menjadi alarm kita bersama untuk saling mengingatkan dalam bermoderasi dalam tataran berbangsa dan benegara di Indonesia.

Sebuah gerakan moderasi di Indonesia tidak serta merta diterima dan diamini oleh berbagai kelompok masyarakat. ada saja kelompok yang menolak dengan kekakuan normativitas yang diyakini benar. Bukan hal yang baru ketidaksamaaan mengemuka dan muncul lagi dalam lingkup publik. Sekiranya ada dua poin besar yang yang kerap kali menjadi baru sandungan dalam bermoderasi, pertama mengikisnya marwah nasionaliseme dan menguatnya feodalisme dan primordial kelompok.

Mengikisnya Marwah Nasionalisme

Dalam sejarah Indonsia, nasionalisme dalam tataran kebangsaan dipahami sebagai sesuatu yang agung, terhormat dan amat dimuliakan dalam masyarakat. kita tentu melihat bagaimana Pancasila dan kemajemukan dalam diri semboyan Bhinneka Tunggal Ika menjadi garda depan menolak kelompok yang ingin merongrong keutuhan dan persatuan Indonesia yang beragam ini.

Nasionalime kebangsaan seperti itu kini telah mengalami degradasi di berbagai lapisan masyarakat, tentu kita memahami bagaimana mayoritas kelompok kehilangan kepercayaaan dalam janji manis kebangsaan. Pada awalnya gagasan nasionalisme kebangsaan di elit cendekiawan begitu progresif dan lintas nilai, akan tetapi kian hari kebangsaan justru dimaknai secara sempit.

Gagasan nasionalisme kebangsaan tidak menafikan kemajemukan, malah mengakomodir untuk mencapai cita-cita dan kerja bersama menciptakan kehidupan yang adil dan beradab.

Menguatnya Feodalisme dan Primordialisme Kelompok

Feodalisme dan Primoridialisme kelompok menjadi lawan dari gerakan moderasi. Bangsa Indonesia hari ini dianggap oleh sebagian kelompok semacam warisan dari leluhur mereka, hal ini berkaitan dengan primordialisme kelompok yang kemudian melahirkan elitisme kelompok tertentu. Sebagian warga merasa memiliki hak istimewa yang melebihi hak kelompok lain yang sebenarnya masih satu bingkai Indonesia.

Primordialme tentu bertentangan dengan semangat moderasi yang anti kecondongan. Namun keyakinan masih saja tumbuh karena memang menguntungkan bagi kelompok elit tertentu. Oleh karena itu Indonesia tentu harus merestorasi kembali gagasan kebangsaan.

Pionir bangsa harus mampu mengejewantahkan nilai-nilai kesetaraan kemanusiaan. Manusia dihargai dinilai atas dasar prestasi dan amal sosialnya. Manusia berharga karena keluhuran budi akalnya dan berposisi terhormat karena bentuk kontribusi dan amal sosial dalam pengembangan gerakan moderasi.

Melihat bangsa Indonesia yang sekarang ini banyak konflik, tentu membutuhkan begitu banyak generasi yang paham betul akan bermoderasi. Hal ini perlu dilakukan untuk menjaga marwah Indonesia agar tetap dalam persatuan dan mengakomodir kemajemukan. Untuk menjadi generasi bermoderasi amat diperlukan langkah strategis kontinyu dan dilakukan dalam berbagai lini kehidupan.

Dalam tataran formal, misalnya dengan menyisipkan pendidikan toleransi dan penguatan minat baca literasi, perlu menangkal infromasi provokatif terlebih dalam akadademis. Baru-baru ini laporan dari bahwa kian marak kampus dan masjid disusupi oleh paham-paham yang anti liyan.

Tentu ini menjadi pekerjaan rumah bersama. Kerja moderasi ini bukan kerja pemerintah belaka, namun kerja seluruh lapisan masyarakat, dalam aspek non formal perlu adanya sebuah gerakan literasi yang syarat akan nilai universal kemanusiaan. Kita hidup dalam bingkai kemanusiaan dan keindonesiaan.

Terlebih lagi, menyajikan konten-konten digital yang diramu oleh generasi moderasi, agar supaya wabah ini bisa menyentuh di kelompok arus bawah. Menyajikan tayangan masyarakat yang mengedukasi bagi netizen menjadi isu sentral yang perlu dikembangkan. Ini semua merupakan langkah maju untuk mengurangi konten media yang yang ektrimis, menjadikan dunia digital lahan berjihad dakwah nilai-nilai moderasi.

--

--

Haris Fauzi
Haris Fauzi

No responses yet