Peranan Sains Dalam Menafsirkan Ayat-Ayat Al-Qur’an
Sains merupakan hal yang paling ramai diperbincangkan di zaman modern. Zaman di mana ilmu pengetahuan atau sains menduduki tempat tertinggi dalam kehidupan. Maju atau mundurnya sebuah bangsa sangat ditentukan oleh seberapa jauh terhadap penguasaan ilmu pengetahuan
Umat muslim pernah menempati posisi puncak kejayaan dan menguasai dunia. Hampir lima bahkan ada yang mengatakan sampai delapan abad penuh umat muslim memegang kendali dunia. Semua itu lantaran umat muslim saat itu sangat intensif dan masif terhadap penelitian dan kajian terhadap ilmu pengetahuan. Sekarang umat muslim mengalami kemunduran hebat, sejak bergulirnya revolusi prancis kekuasaan dunia seakan-akan terbang dan hijrah kepada umat non-muslim . Hampir seluruh negara yang berpenduduk muslim mulai saat itu hingga sekarang mengalami kemunduran, baik dibidang ekonomi maupun ilmu pengetahuan.
Semua itu salah satu sebabnya ialah umat muslim mulai tidak lagi mewarisi jiwa ilmuwan yang dimiliki oleh pendahulunya. Mereka lebih nyaman bertaklid dan mengekor terhadap hasil ijtihad yang sudah ada. Hal ini yang menjadikan secara cepat umat muslim mengalami kemunduran hebat. Sekarang, apakah umat islam akan terus menginduk dan berada di bawah posisi umat non-muslim? Tentu tidak, tentu membutuhkan upaya bagaimana agar sampai sejauh mana peran umat muslim dalam mengembangkan ilmu pengetahuan, baik ilmu sosial maupun ilmu alam?
Berbagai upaya untuk membangkitkan semangat intelektual umat muslim ialah intensitas paraulama kontemporer terhadap pemahaman kontekstual al-Qur’an. Al-Qur’an sebagai kitab pedoman ummat terdapat banyak ayat yang berbicara sains, dikatakan terdapat lebih dari 750 ayat yang menunjuk pada fenomena alam.
Salah satu pelopor pembaharuan yang paling terkenal ialah Muhammad Abduh, salah satu tokoh rasional dalam menafsirkan al-Qur’an. Abduh tidak sendirian, salah satu muridnya mengikuti jejaknya dialah Thanthawi Jauhari, seorang fisakawan yang mengarang tafsir al-Jawahir yang berjumlkah 25 jilid. Al-Jawahir merupakan kitab induk tafsir corak ilmi atau ilmu pengetahuan.
Kata Tafsir secara bahasa mengikuti wazan tafil berasal dari akar kata al-Fasr yang berarti menjelaskan, menyingkap dan menjelaskan atau menerangkan makna yang abstrak. Seedangkan kata kerjanya mengikuti wazan daraba-yadribu dan nashara –yanshuru. Dikatakan fasara — yafsuru-fasran. Kata al-Tafsir dan al-Fasr mempunyai arti menjelaskan dan menyingkap yang tertutup.
Dalam Lisanul ‘Arab ditegaskan, kata al-Fasr berarti menyingkap sesuatu yang tertutup, sedang kata at-Tafsir berarti menyingkap maksud suatu lafaz yang musykil dan pelik. Sedangkan Tafsir menurut istilah, menurut Abu Hayyan sebagaimana dikutip dari Manna’ Qaththan, bahwa tafsir ialah ilmu yang membahas tentang cara mengucapkan lafaz-lafaz al-Qur’an, tentang petunjuk-petunjuk, hukum-hukumnya, baik ketika berdiri sendiri maupun ketika tersusun dan makna-makna yang dimungkinkan baginya ketika tersusun serta hal-hal lain yang melengkapinya. Masih dikutip dari Manna’ Qaththan, az-Zarkasi berpendapat bahwa tafsir ialah ilmu untuk memahami kitabullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, menjelaskan maknanya serta mengeluarkan hukum dan hikmahnya.
Kata “Sains” berasal dari bahasa Inggris science dengan makna “Ilmu Pengetahuan”, tertapi yang dimaksud di sini ialah makna yang identik dengan istilah ‘Kauniyyah’(tentang alam semesta). Oleh karena itu, makna sains yang dimaksud di sini adalah ayat-ayat al-Qur’an yang memberikan isyarat tentang realita alam semesta dan terkait langsung dengan ilmu alam.
Jadi dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa tafsir sains ialah usaha untuk mengungkap ayat-ayat sains yang terdapat di dalam al-Qur’an. Lebih jelasnya, adz-Dzahabi megungkapakan bahwa, tafsir ayat-ayat sains bermakna: tafsir yang menetapkan istilah-istilah ilmuiah ke dalam ungkapan-ungkapan al-Qur’an, dan berusaha untuk mengeluarkan berbagai ilmu dan ide dari ungkapan al-Qur’an.
Respon Ulama Terhadap Tafsir Sains.
Kajian tafsir ayat sains merupakan studi tafsir ilmu pengetahuan terhadap al-Qur’an, para ulama memberikan persepsi yang berbeda tentang praktik tafsir ayat-ayat sains. Sebagaimana dikutip dari buku Andi Rossadoisastra Muhammad Ali iyyazi menytakan, mengambil faedah dari perkembangan ilmu dan pengetahuan guna memahami berbagai ayat tentang alam atau ayat tentang psikologi yang terdapat dalam al-Qur’an, lalu berusaha untuk menyingkap petunjuk ayat yang dimaksud dengan hakikat ilmu dan teori yang membatasi para ahli. Sebatas penafsiran yang dibatasi oleh terbatasnya toeri ilmiah sehingga jika didapati adanya kekeliruan dalam teori ilmiah, maka yang keliru adalah isi penafsirannya disebabkan terbatasnya teori ilmiah bukan kekeliruan atas teks al-qur’an yang tresenden itu.
Muhammad Abduh juga berpendapat sebagaimana dikutip oleh Andi Rossadoisastra bahwa, al-Qur’an mencakup berbagai perkara sosial dan alam semesta dan juga mencakup berbagai wujud permasalahan sains dan historis yang belum diketahui oleh ummat di waktu pernyataan ayat al-Qur’an pertama kali kepada Nabi Muhammad Saw. Pada sisi lain juga terdapat Ulama yang kontra terhadap tafsir sains. Mahmud Syalthut misalnya, Ia mengatakan bahwa adanya mufassir yang menafsirkan al-Qur’an berdasarkan teori-teori ilmiah, dan mereka menyesuaikan ayat-ayat al-Qur’an dengan kaidah — kaidah ilmu yang sudah ada, bahkan mereka beranggapan bahwa hal demikian itu untuk mengagungkan al-Qur’an dan meninggikan Islam. Tentu saja hal tersebut adalah keliru , karena Allah tidak menurunkan kepada manusia untuk membicarakan teori ilmiah, sehingga mereka melakukan pentakwilan yang dipaksakan.
Peranan Sains dalam Penafsiran al-Qur’an.
Dalam studi al-Qur’an dan al-Sunnah menunjukkan bahwa terdapat dua alasan fundamental mengapa islam mengakui signifikansi atau peranan sains dalam penafsiran al-qur’an. Pertama: Peranan sains dalam mengenal Tuhan. Kedua: peranan sains dalam stabilitas dan pengembangan masyarakat islam. Seperti sudah diketahui, di dalam al-Qur’an terdapat lebih dari 750 ayat yang menunjuk kepada fenomena alam, dan manusia diminta untuk dapat memikirkannya agar dapat mengenal Tuhan lewat tanda-tandanya. Ayat tersebut dapat dibagi ke dalam kategori-kategori berikut ini:
Tujuan islam adalah untuk membangun masyarakat tauhid, seperti firman Allah Swt, Sekarang segala sesuatu berputar di sekitar poros sains dan teknologi. Oleh karena itu, agar menjadi merdeka dan mandiri, kebijaksanaan islam harus memperoleh seluruh kemampuan keilmuan dan teknologi yang penting bagi kemandirian dan kemenangannya.
Contoh Penafsiran Terhadap Isu-Isu Pokok.
Asal Usul dan Evolusi Makhluk-Makhluk dan Fenomena, Terdapat beberapa ayat al-Qur’an yang menunjukkan bahwa harus ada usaha untuk membuka asal usul dan evolusi makhluk makhluk karena hal ini akan membantu dalam meningkatkan keimanan manusia dan membawa manusia lebih dekat kepada Allah Swt. Penemuan Aturan, Koordinasi, dan Tujuan Alam. Beberapa ayat al-Qur’an menyebutkan adanya aturan, koordinasi dan tujuan alam sebagai bukti-bukti yang mengukuhkan eksisitensi pencipta yang maha bijaksana dan maha kuasa. Ayat ini dapat diklasifikasikan ke dalam bebrapa kelompok.
Beberapa ayat al-Qur’an memberitahu kita mengenai cara memahami alam. Melalui ayat-ayat al-Qur’an, dapat disimpulkan bahwa saluran-saluran yang digunakan untuk memahami alam adalah: Indera-Indera eksternal(dengan indera ini pengamatan dan eksperimen dapat dilakukan). Lalu Intelek yang terkotori oleh sifat-sifat buruk (yang menguasai kehendak-kehendak dan khayalan-khayalan dan bebas dari peniruan buta) dan terakhir wahyu dan inspirasi.