Mencari Pendekatan Ilmiah dalam Penelitian Tafsir
Al-Qur’an sebagai kitab yang bersifat shalihun fi kulli zaman wa makan, ia selalu menjadi perdebatan dalam memahami ayat-ayat didalamnya. Perdebatan tersebut terkadang bermula dari kefanatikan pada sebuah madzhab tertentu, sehingga di antara para mufasir menganggap bahwa penafsiranya paling benar.
Pada zaman dahulu dalam memahami dan menafsirkan al-qur’an dapat ditanyakan kepada nabi Muhammad secara langsung, namun setelah nabi wafat para shabat membuka pintu ijtihad dalam menafsirkan al-qur’an karena munculnya permasalahan baru yang terlalu banyak. Untuk menafsirkan al-qur’an para shabat terdahulu lebih cenderung mengunakan pendekatan bil matsur, bil isyar’i dan bil ra’y, namun pada zaman sekarang lebih menggunakan pendekatan secara khusus tentang ayat apa yang akan ditafsirkan.
Ulama’ sekarang lebih memilih pendekatan yang praktis, karena mereka menyadari bahwa mereka tidak mungkin dapat memahami atau menafsirkan al-qur’an secara kseluruhan. Pendekan-pendekan yang digunakan antara lain : pendekatan semantik, pendekatan filologi, pendekan hermeneutika dan sebagainya.
Pendekatan Filologi Sebagai Alternatif Pembacaan Manuskrip Tafsir Klasik
Pada awalnya istilah filologi (philogia) lahir dan berkembang di kerajaan yunani yaitu kota Iskandariyah. Pada saat itu filologi di artikan sebagai keahlian yang diperlukan untuk mengkaji peninggalan berupa tulisan yang berasal dari kurun waktu yang beratus-ratus tahun sebelumnya).
Salah satu tujuan mengkaji filologi adalah untuk mengetahui maksud dari pengarangnya dengan jalan menyisihkah kesalahan-kesalahan yang terdapat di dalamnya. Dalam KBBI filologi berarti ilmu tentang perkembangan, ilmu kerohanian suatu bangsa dan kekhususannya atau tentang kebudayaan berdasarkan bahasa dan sastranya.
Secara istilah pendekatan filologi adalah ilmu yang mempelajari bahasa, budaya dan sejarah suatu bangsa melalui bahan tertulis. Filologi diartikan sebagai ilmu yang menyelidiki masa kuno dan nilai berdasarkan naskah-naskah tertulis. Orang yang meneliti kajian sastra dan kebudayaan disebut filolog.
Jadi pendekatan filologi adalah pengetahuan tentang sastra-sastra dalam arti luas yang mencakup sastra bahasa dan kebudayaan. Maka filologi berguna untuk meneliti bahasa, kajian linguistik, makna kata-kata dan penilaian terhadap ungkapan karya sastra.
Objek kajian filologi adalah teks dan sasaran kerjanya berupa naskah. Naskah merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan peninggalan tulisan masa lampau dan teks merupakan kandungan yeng tersimpan dalam suatu naskah. Naskah sering pula disebut manuskrip atau kodeks yang berarti tulisan tangan.
Naskah yang menjadi objek kajian filologi mempunyai karakteristik bahwa naskah tersebut tercipta dari latar sosial budaya masyarakat pembaca masa kini dan kondisinya sudah rusak. Bahan yang berupa kertas dan tinta serta bentuk tulisan, dalam perjalanan waktu telah mengalami kerusakan atau perubahan. Gejala yang demikian ini terlihat dari munculnya berbagai variasi bacaan dalam karya tulisan masa lampau.
Istilah pendekatan filologis mencakup pengertian-pengertian istilah akademik, baik sebagai kajian secara umum yang disebut sebagai filologi klasik, maupun perkembangan mutakhirnya yang mengalami penyempitan sebagai bagian ilmu linguistik modern.
Jauh dari kemutakhiran dalam perkembangan ilmu filologi, pendekatan ilmiah yang memakai filologi sebagai alat analisis dalam sejarah perkembangan kajian al-Quran dan ulumul Quran atau dalam kajian Islam secara umum seudah dilakukan sejak lama lantaran materi al-Quran dan Hadis tertuang dalam bahasa Arab.
Penelitian terhadap bidang kajian tafsir hadis melalui pendekatan filologi dalam lingkungan akademiknya. Secara modern dalam ilmu linguistik modern menemukan arti pentingnya dalam mengkaji relasi transkripsi sebuah teks dengan sumber-sumber aslinya.
Ada dua pokok dalam kegiatan filologi, antar lain: Penulisan atau penyalinan kembali terhadap teks asli dan pemahaman atau memahami teks asli yang ada. Maka yang dikaji oleh filolog adalah memahami dan menyalin teks untuk disesuaikan dengan teks aslinya dan pada tahap berikutnya merupakan kelanjutan berusaha untuk membahas sesuai dengan bahasa yang ada pada masa filolog.
Pendekatan filologi dapat digunakan hampir disemua aspek kehidupan umat Islam, tidak hanya untuk kepentingan orang barat, tetapi untuk kepentingan dunia Islam sendiri. Penelitian filologi banyak dilakukan oleh pembaharuan, intelektual, polisi dan lain sebagainya.
Dalam pendekatan filologi, ada beberapa hal yang mungkin terjadi pada filolog yaitu berupa kesalahan dan perubahan, diantaranya: Kurang memahami bahasa, kurang memahami pokok persoalan teks, tulisannya kurang jelas, salah baca, dan kurang teliti
Pendekatan Hermeneutika Sebagai Penggalian Makna Baru
Kata hermeneutik berasal dari Yunani hermeneuin yang berarti mengartikan, menafsirkan, menerjemahkan atau bertindak sebagai penafsir. Hermeneutik bertujuan untuk menunjukkan ajaran tentang aturan-aturan yang harus diikuti dalam menafsirkan dalam sebuah teks dari masa lampau, seperti teks kitab suci al-Quran dan teks klasik.
Pada dasarnya hermeneutik berhubungan erat dengan bahasa, tidak hanya berfungsi sebagai alat komunikasi atau perantara dalam menyampaikan suatu maksud, tapi merupakan proses berfikir, berbicara, menulis maupun berkarya, baik yang diwujudkan dalam bentuk teks maupun tanda-tanda lain. Ada tiga variable yang berperan saat proses mengartikan, menerjemahkan dan menafsirkan pada sebuah teks. Teks menjadi komunikatif bila variable diperhatikan, yakni: The word of the teks, The word of author, The word of reader.
Dalam Islam, hermeneutik biasanya dipahami sebagai bentuk ilmu tafsir yang mendalam dan bercorak filosofis. Istilah hermeneutik dalam sejarah keilmuan Islam memang tidak ditemukan terutama pada tafsir al-Quran klasik, tetapi sebagian dijelaskan oleh Farid Essack, praktek hermeneutik sebenarnya telah dilakukan oleh umat Islam sejak lama saat menghadapi al-Quran.
Praktek hermeneutik sebenarnya telah dilakukan oleh umat Islam sejak lama, khususnya saat menghadapi al-Quran. Buktinya adalah Problem hermeneutik senantiasa dialami dan dikaji meski tidak ditampilkan secara devinitif terbukti dalam kajian asbabul nuzul dan nasakh-mansukh. Kemudian perbedaan antara komentar-komentar yang actual terhadap al-Quran (tafsir) dengan aturan, teori atau metode penafsiran yang dibentuk dalam ilmu tafsir. Selain itu tafsir tradisional selalu dimasukkan dalam katagori-katagori, misalnya tafsir-tafsir Syiah, tafsir Mu’tazilah, tafsir hukum maupun tafsir fisafat. Kemudian hal ini menunjukkan adanya kelompok-kelompok tertentu yang berbeda ideologi.
Hermeneutik pada awalnya tidak dikatakan sebagai metode yang mapan, namun melalui perkembangan sejarah, hermeneutik mampu memiliki kajian yang jelas. Setelah menjadi sebuah kajian yang jelas, hermeneutik digunakan sebagai metode penafsiran teks yang memiliki langkah-langkah diantaranya : Memahami teks melalui aspek kebahasaan, yang mencakup tiga tipe, yaitu : tipe morfologis, tipe leksikologis, dan tipe sintaksis. Lalu melihat aspek historis terciptanya teks, seperti melihat asbabun nuzul atau latar sosio-historis. Kemudian mengkontekstualisasikan ayat yang ditafsirkan dengan aspek realitas kehidupan yang berkembang di masa mufassir dan masa yang akan datang. Dan terakhir melakukan kritik teks
Dalam studi hermeneutik, unsur interpretasi merupakan kegiatan yang paling penting. Sebab interpretasi merupakan landasan bagi metode hermeneutik. Cara kerja interpretasi bukanlah dilakukan secara bebas dan semau interprener. Kerja interpretasi harus dilakukan dengan bertumpu pada kerja eviden objektif, yakni bertolak dari fakta bahwa sebagian besar perbendaharaan ilmu sosial terdiri atas konsep tindakan.
Pada intinya, corak pada masa awal keislaman hermeneutik keislaman al-Quran adalah bersifat penerimaan teologis terhadap al-Quran dan penafsiran resminya yaitu sunah Nabi. Kalaupun terdapat penafsiran terhadap teks al-Quran, bukan merupakan upaya hermeneutik dalam penegertian penggunaan metode pemahaman yang jelas. Hermeneutik yang dikembangkan para sahabat paling besar hanya dapat dinilai sebagai seni menafsirkan teks yang diperoleh berdasarkan kepekaan intuitif mereka akibat pengalaman religious yang mendalam setelah hidup akrab bersama-sama dengan Nabi.
Melihat Makna Lain dengan Pendekatan Wacana
Pendekatan wacana dapat disebut wacana analisis. Sebuah analisis digunakan untuk melacak dan menganalisis historitas lahirnya konsep dengan latar belakang. Teori yang umum dengan pendekatan ini adalah teori Arkeologi Ilmu Pengetahuan yang ditawarkan Michel Foucault (1926–1984).
Secara lebih sederhana para ahli mendefinisikan diskursus atau wacana sebagai unit bahasa lebih besar dari pada kalimat, sering berupa satuan yang runtut atau koheren dan memiliki tujuan dan konteks tertentu, seperti ceramah agama, argument, lelucon atau cerita. Pentingnya unsur-unsur keruntutan dan koherensi sebagai hal yang penting untuk menilai sebuah wacana. Wacana atau diskursus sebagai kumpulan pertanyaan-pertanyaan yang ditulis atau diucapkan atau dikomunikasikan dengan menggunakan tanda-tanda atau kita bisa mengartikannya sebagai dasar utuk memutuskan apa yang akan ditetapkan sebagai suatu fakta dalam masalah-masalah yang dibahas, dan untuk menentukan apa yang sesuai untuk memahami fakta-fakta yang kemudian ditetapkan. Tidak seperti yang lain penulis melihat wacana lebih sebagai sebab dari pada sebagai akibat atau produk.
Analisis wacana dilakukan melalui pembedahan dan pencermatan secara mendetil elemen-elemen linguistik seperti kohesi, ellipsis, konjungsi, dan struktur informasi. Untuk menunjukkan makna yang tidak tertampak pada permukaan sebuah wacana. Misalnya sebuah percakapan yang secara fisik tidak memiliki kohesif sama sekali tidak mendapatkan wacana yang runtut dalam konteks tertentu, sementara suatu kelompok kalimat yang memiliki hubungan kohesif justru tidak atau belum tentu menjadi wacana yang runtut, hingga dapat disimpulkan bahwa eksistensi hubungan kohesif tidak menjamin keruntutan suatu wacana. Oleh karenanya dibutuhkan pengetahuan mengenai fungsi setiap runtutan yang ada untuk memahami sebuah diskursus.
Bahasa dan wacana menurut pemahaman fenomenologi justru diatur dan dihidupkan oleh pengucapan-pengucapan yang bertujuan. Setiap pernyataan adalah tindakan penciptaan makna, yakni tindakan penbentukan diri serta pengungkapan jati diri sang pembicara. Analisis wacana dalam perspektif ini berusaha membongkar dan mengungkap maksud-maksud tersembunyi yang ada dibalik ujaran-ujaran yang diproduksi.
Dari keterangan diatas analisis wacana adalah ilmu baru yang muncul belakangan ini. Aliran-aliran lingustik selama ini membatasi penganalisasiannya hanya kepada soal kalimat dan baru belakang ini sebagian ahli bahasa memalingkan perhatiannya kepada penganalisisan wacana.
Analisis wacana atau pendekatan wacana adalah studi Islam tentang struktur pesan dalam komunikasi, selalu berhubungan dengan aneka fungsi (pragmatik) bahasa dalam penggunaan dan keseimbangan atau untaian wacana serta tidak terlepas dari pemakaian kaidah berbagai cabang ilmu bahasa seperti halnya semantik, sintaksis, morfologi dan filologi.
Dari segi analisisnya, ciri dan sifat wacana itu dapat dikemukakan sebagai berikut: Rule of use, analisis wacana membahas kaidah didalam masyarakat. Analisis wacana merupakan usaha memahami makna tuturan dalam konteks, teks dan situasi. Analisis wacana merupakan pemahaman rangkaian tuturan melalui interprestasi semantik. What is said from one is done, Analisis wacana berkaitan dengan pemahaman bahasa dalam tindak berbahasa. Functional use of language coulthard, Analisis wacana diarahkan kepada masalah memakai bahasa secara fungsional.
Analisis wacana tidak hanya dalam penggunaan bahasa, tetapi juga untuk menganalisis konflik sosial antar kelompok atau permasalahan yang timbul di dalam masyarakat, seperti perdebadan muslim Nahdhotul Ulama’ dengan Muhammadiyah tentang penetapan hari raya idul fitri yang mempunyai pandangan dan cara menentukan penetapan ru’yah sangat menarik untuk diajadikan topik studi keislaman dengan menggunakan pendekatan wacana yang menekankan pada koherensi dan kohesi al-Quran.
Mencari Akar Kronologis dengan Pendekatan Sosio-Historis
Pendekatan ini menekankan pentingnya memahami kondisi-kondisi aktual ketika Al-Qur’an diturunkan, dalam rangka menafsirkan pernyataan legal dan sosial ekonominya. Atau dengan kata lain, memahami Al-Qur’an dalam konteks kesejarahan dan harfiyah, lalu memproyeksikannya kepada situasi masa kini kemudian membawa fenomena-fenomena sosial ke dalam naungan-naungan tujuan Al-Qur’an.
Aplikasi pendekatan kesejarahan ini menekankan pentingya perbedaan antar tujuan atau ideal moral Al-Qur’an dengan ketentuan legal spesifiknya. Ideal moral yang dituju Al-Qur’an lebih pantas diterapkan ketimbang ketentuan legal spesifiknya. Jadi dalam kasus seperti perbudakan yang di tuju Al-Qur’an adalah emansipasi budak. Sementara penerimaan Al-Qur’an terhadap pranata tersebut secara leagl, dikarenakan kemustahiilan untuk menghapuskan seketika.
Metode ini dikenalkan oleh banyak sarjana muslim kontemporer seperti Fazlur Rahman, Abid Al-Jabiri, Nasr Hamid Abu Zaid, Muhammad Syahrur, dan Muhammad Arkoun. Dalam metode ini terjadi perdebatan tentang kaidah usul yang berbunyi wa al-asoh ana al-am a’la sababin khosin mu’tabarin umumihi atau yang lebih di kenal dengan al-ibroh bi umum al-lafdli la bi khusus al-sabab. Karena ada yang mengatakan al-ibroh bi umum al-sabab la bi khusus al-lafdli.
Mengulik Maksud Penutur dengan Pendekatan Filosofis
Pendekatan filosofis adalah upaya pemahaman Al-qur’an dengan cara menggabungkan antara filsafat dan agama atas dasar penakwilan teks –teks agama kepda makna-makna yang sesuai dengan filsafat. Dlam pendekatan ini ada semacam usaha-usaha untuk memaksakan pra-konsepsi ke dalam Al-Qur’an atau penyelarasan tradisi filsafat Yunani_Hellenis dengan AL-Qur’an.
Memahami Bahasa dengan Pendekatan Linguistik dan Semantik
Pendekatan linguistik adalah suatu pendekatan yang cenderung mengandalkan periwayatan dan kebahasaan. Dalam pendekatan ini, ditekankan pentingnya bahasa dalam memahami Al-Qur’an, memaparkan ketelitian redaksi ayat, ketika menyampaikan pesan-pesannya, mengikat penafsirannya dalam bingkai teks ayat-ayat sehingga membatasi terjerumus dalam subjektifitas berlebihan.
Pendekatan ini berupaya menguraikan sebuah susunan kalimat dalam suatu ayat dengan menguraikan sebuah susunan kalimat dalam suatu ayat dengan memakai kalimat-kalimat dan huruf-huruf yang ada didalam ayat tersebut tanpa memakai kalimat dan huruf lain.
Semantik merupakan teori tentang makna, yang merupakan studi pembeda tentang hubungan antara linguistik dengan simbol atau proses mendal dalam berkomunikasi. Semantik adalah subdisiplin linguistik tentang makna yang berasal dari berbagai bentuk simbol yang dimilikinya dalam suatu ungkapan yang dianggap memiliki medan makna.[1]
Medan makna merupakan seperangkat unsur leksikal yang saling berhubungan secara makna. Hubungan ini terkait dengan kemajuan atau situasi budaya masyarakat yang bersangkutan. Kata yang berada dalam satu medan makna dapat dikategorikan menjadi dua kelompok :
1. Kelompok kolokasi, yaitu makna yang berada di tempat atau di lingkungan yang sama. Misal ata al-Qur’an akan muncul kata lain seperti tanzil, jibril, rasul, dan lainnya.
2. Kelompok Set, yaitu kelompok kata yang merujuk pada hubungan paradigmatik. Yakni kata atau unsur yang berada dalam satu set dan dapat saling menggantikan. Misalnya, kanak-kanak menjadi remaja, sebelum akhirnya menjadi dewasa.
Selain medan makna terdapat komponen makna kain yang disebut komponen semantik, yaitu kata atau unsur leksikal yang terdiri dari satu atau beberapa unsur yang bersama-sama membentuk makan kata. Misalnya, rajul = basyar wahid + Dzukur + baligh. Hal tersebut dianalogikan sebagai berikut, 3 = 1 + 1+ 1.
Dilihat dari sistematika bahasa, kajian semantik memiliki dua taraf.[2]
Pertama, semantik leksikal yang mencakup beberapa hal.
1. Makna referensional dan non referensional.
2. Denotasi dan konotasi.
3. Analisis eksistensional dan analisis intensional.
4. Analisis komponensional.
5. Makna dan pemekaiannya, mencakup makna leksikal, makna kontekstual, dan makna istilah.
6. Sinonim, antonim, homonim, dan hiponim.
Kedua, semantik gramatikal yang terkait erat dengan hubungan tata bahasa berupa morfologi dan sintaksis. Morfologi merupakan ilmu yang mencakup struktur internal kata, dalam bahasa Arab biasa dikenal dengan ilmu sharaf. Sementara sintaksis merupakan kajian ilmu nahwu, yaitu kajian makna atas hubungan gramatikal di luar batas kata, yaitu dalam satuan yang disebut kalimat.
Adapun objek semantik yang terkait dengan tafsir al-Qur’an sebagai berikut[3] :
1. Menggumpulkan penggunaan kata yang hendak dibahas dalam sejumlah besar puisi pra-islam
2. Meneliti penggunaan kata yang hendak dibahas pada sirah nabawiyah
3. Membandingan dengan kamus bahasa arab yang relevan terhadap kata yang hendak dibahas sesuai penggunaan kata itu pada masanya
4. Meneliti penggunaan kata yang dibahas pada ayat al-Qur’an
Dan masih banyak lagi pendekatan yang bisa kita gunakan untuk menganalisis teks teks agama. Pelbagai pendekatan yang telah diuraikan diatas merupakan contoh yang bisa digunakan, tergantung dari kasus yang dihadapi dan kebutuhan selanjutnya.
[1] Andi Rosadisadra, Metode Tafsir Ayat-Ayat Sains dan Sosial, (Jakarta : Amzah, 2007), hlm. 121–122
[2] Andi Rosadisadra, Metode Tafsir Ayat-Ayat Sains dan Sosial, (Jakarta : Amzah, 2007), hlm.123–126
[3] Andi Rosadisadra, Metode Tafsir Ayat-Ayat Sains dan Sosial, (Jakarta : Amzah, 2007), hlm. 128