Khalifah Umar Bin Abdul Aziz dan Bukti Kejayaan Bani Umayyah
Siapa yang tidak kenal khalifah Umar bin Abdul Aziz, beliau adalah salah satu diantara khalifah dari beberapa khalifah pada masa Daulah bani Umayyah yang memberi pengaruh yang begitu besar dalam berbagai sisi kehidupan islam dan manusia secara luas, khususnya bagi pelopor pembukuan hadis secara resmi.
Khalifah yang terkenal dalam memajukan ilmu pengetahuan di masa Dinasti Umayyah adalah Umar bin Abdul Aziz (99–101 H) beliau juga yang menginstruksikan untuk menghimpun kitab-kitab hadis, sehingga menjadi disiplin ilmu tersendiri. Sebelum beliau diangkat menjadi khalifah Dinasti Umayyah kedelapan, beliau seorang yang kaya raya dan hidup dalam kemewahan. Beliau suka berpesta pora dan menghambur-hamburkan uang negara.
Akan tetapi setelah diangkat menjadi khalifah, beliau berubah total menjadi seorang raja yang begitu sangat sederhana, adil dan jujur. Karena kesholihannya, beliau dianggap sebagai seorang sufistik pada zaman awal islam. Beliau juga disebut sebagai khalifah pembaharu islam abad kedua hijriyah.
Khalifah Umar bin Abdul Aziz dilahirkan pada tahun 63 H di kota Hilwan, Mesir. Beliau memerintah tahun 99 s/d 101 H / 717 s/d 720 M. Umar bin Abdul Aziz adalah putra saudara Sulayman, yaitu Abdul Aziz. Umar pantas diberi gelar khalifah kelima khulafaur rasyidin karena beliau begitu sholih dan mulya. Beliau adalah khalifah kedelapan dinasti bani Umayyah dan dikenal sebagai khalifah yang alim, santun, dan bersahaja.[1]
Umar bin Abdul Aziz dilantik pada tahun 99 H / 717 M. Walaupun masa pemerintahnnya relatif singkat, yaitu sekitar tiga tahunan, namun begitu banyak perubahan yang beliau lakukan. Beliau dikenal dengan kesederhanaan, keadilan dan kebijaksaannya. Selama masa pemerintahannya, Umar melakukan berbagai perbaikan dan pembangunan sarana pelayanan umum, seperti perbaikan lahan pertanian, penggalian sumur baru, penginapan bagi musafir dan lain-lain.
Langkah dan Kontribusi Khalifah
Usaha usaha yang dilakukan Umar ibn Abdul Aziz semasa menjabat khalifah adalah: Menghilangkan perbedaan sosial antara muslim Arab dan Non Arab atau Mawali, mengembalikan uang jaminan (pensiunan) bagi anak anak para syuhada, mengurangi beban pajak bagi penganut kristen dan menhentikan penarikan jizyah dari para mawali, menyebarkan toleransi beragama.
Selain upaya tersebut diatas, Khalifah Umar bin Abdul Aziz turut pula berjasa dalam pengiriman dai ke wilayah islam untuk membantu memperkuat pemahaman agama. Langkah lain yang ditempuh Umar bin Abdul Aziz adalah berdakwah ke negeri non Islam dengan jalan damai dan lemah lembut, bukan kekerasan. Gugurnya para ahli hadits dan marak beredarnya hadis maudhu mendorong khalifah Umar untuk membukukan hadis. Selanjutnya, dalam perkembangan ilmu hadis, pada adab kedua ini disebut dengan periode pembukuan hadis.[2]
Terhadap pihak yang menentang Bani Umayyah, seperti golongan Khawarij dan Syi’ah, Umar bersikap lunak. Beliau melakukan komunikasi politik dengan semua kalangan, termasuk kaum Syiah sekalipun. Ini tidak dilakukan oleh saudara-saudaranya sesama raja dinasti Umayyah. Mereka tidak diperangi, tetapi diajak berdiskusi dan membina saling pengertian ia melancarkan dakwah Islam dengan cara bijaksana dan persuatif hingga penduduk yang belum beragama Islam masuk ke Islam, juga melindungi penduduk Mesir, Suriah dan Persia yang berstatus sebagai kaum Zimmi (warga non muslim yang berada di wilayah negara Islam) dengan kewajiban membayar Jizyah / pajak.
Beliau mempunyai karakter yang tidak terpengaruh dengan kebijakan kebijakan Bani Umayyah yang banyak disesali. Beliau adalah sosok khalifah yang takwa dan bersih, suatu sikap yang jarang sekali ditemukan pada sebagian besar khalifah atau pemimpin bani Umayyah. Beliau mendalami ilmu agama khususnya ilmu hadits, dan ketika menjadi khalifah memerintahkan kaum muslimin untuk menuliskan hadits dan ini merupakan perintah resmi pertama dari penguasa islam. Umar adalah orang yang rapi dalam berpakaian, memakai wewangian dengan rambut yang panjang dan cara berjalan yang tersendiri, sehinggan mode Umar itu ditiru banyak orang di masanya. Umar menikah dengan Fatimah, putri Abdul Malik, khalifah Umayyah yang sekaligus sebagai pamannya.[3]
Belia banyak menghidupkan tanah yang tidak produktif, membangun sumur-sumur dan masjid-masjid. Dan yang tidak kalah penting, beliau juga melakukan reformasi sistem zakat dan shodaqoh, sehingga pada zamannya tidak ada lagi kemiskinan.[4]
Khalifah Umar Ibn Abd Aziz mengusai tanah tanah perkebunan di Hijaz, Syam, Mesir, Yaman, dan Bahrain, yang banyak menghasilkan kekayaan 40.000 dinar per tahun. Selain itu, beliau juga mengadakan perdamain antara Muawiyyah dan Syiah serta Khawarij, menghentikan peperangan, mencegah cacai maki terhadap Khalifah Ali bin Abi Thalib. Beliau juga memperbaiki tatanan yang ada dalam masa kekhalifannya, misal menaikkan gaji untuk para gubernurnya, meratakan kemakmuran dengan memberi santunan kepada fakir dan miskin, dan memperbarui diinas pos. Beliau juga menyamakan kedudukan bangsa bangsa Arab. Beliau mengurangi beban pajak dan menghentikan pembayaan jizyah bagi orang islam baru. Khalifah Umar meninggal tahun 101 H.
Di zaman Umar bin Abdul Aziz, perluasan wilayah kekuasan dilakukan ke Perancis melalui pegunungan piranee yang dipimpin oleh Rahman ibn Adullah Al Ghafiqi dan melanjutkan perluasan ke Bordeau, Poiters. Dari sana Al Ghafiqi menyerang Tours, dan dalam pertempuran yang terjadi di luar Kota Tours, Al Ghafiqi terbunuh dan pasukannya mundur ke Spanyol . Dengan beberapa ekspans dan dakwah lslam ke beberapa daerah , baik dii timur dan barat, wlayah dan dakwah islam pada masa bani Umayyah sangat luas. Daerah daerah kekuasan dan dakwah islam meliputi Spanyol, Afrika Utara, Syria, Palestina, Jazirah Arab, Irak, sebagian Asia Kecil, Persia, Afaganistan, Pakistan, Purkmenia, Uzbek, dan Kirgis di Asia Tengah.[5]
Peran Khalifah dalam Kondifikasi Hadis
Umar bin Abdul Aziz menyuruh para ulama secara resmi untuk membukukan hadis hadis Nabi. walaupun secara tidak resmi sebenarnya sudah dilakukan oleh individu individu sejak zaman sahabat sudah dibukukan. Khalifah ini juga bersahabat dengan Ibn Abjar, seorang dokter dari Iskadariyah yang kemudian menjadi dokter pribadinya, sehingga tidak boleh tidak mempengaruhi, berpengaruh pada pandangan khalifah mengenai ilmu kedokteran dan ilmu ilmu lain yang berasal dari Yunani.[6]
Ilmuwan ilmuwan yang berasal dari agama lain, walau ada yang beralih agama kepada islam, banyak yang masih bertahan[7] dengan agamanya , diantaranya Yahya Al Dimasyqi. Ia adalah pejabat di masa khalifah Abdul Malik ibn Marwan, penganut kristen yang masih mempertahankan akidahnya. Dengan metodenya dalam berpikir ia mempertahankan Al Masih sebagai oknum Tuhan kedua. Sikap ini mendorong umat islam untuk menyelidiki keyakinan dari mempelajari logika mereka untuk mempertahankan islam sekaligus mematahkan logika mereka, pembicaraan mereka kemudian melebar dan sampai berbicara masalah qadar dari sifat sifat Tuhan. Kelompok dan sering berdebat masalah ini kemudian dikenal dengan kelompok Muktazilah. Kelopok ini dikenal dengan kelompok yang dianggap sebagai kelompok rasionalis islam yang sering menggunakan akal dalam pembahasannya.[8]
Pengaruh ilmuwan ilmuwan yang beragama kristen adalah dalam penyusunan ilmu pengethaun secara lebih sistematis. Didikan yang dikirim oleh khalifah pada masa pemerintahannya menghasilkan para ulama ahli ilmu dalam jumlah yang lebih besar dan lebih menjurus pada lingkungan dimana dia atau mereka berada.
Selain itu juga berubah juga dalam sistem hafalan kepada sistem tulisan menurut aturan aturan ilmu pengetahuan yang berlaku. Orang yang mengembangkan ilmu tidak hanya orang arab sendiri melainkan juga didukung oleh orang orang non arab, bahkan orang orang ini yang merubah sistem ilmu pengetahuan ini. Kajiannya juga sudah meluas sehingga pembidangan sudah menjadi: ilmu pengetahuan bidang agama, segala ilmu yang bersumber dari Alquran dan Hadis. Ilmu pengetahuan tentang sejarah, segala imu yang membahsa tentang perjalanan hidup, kisah dari beberapa riwayat. Ilmu pengetahuan tentang bahasa, segala ilmu yang yang mempejari bahasa, nahwu, sharaf, dan sebagainya. Ilmu pengetahuan bidang filsafat, segala ilmu yang berasal dari bagsa asing, seperti ilmu manthiq, kedokteran, kimia, astronomi, ilmu hitung dan ilmu ilmu lain yang ada hubungannya dengan itu.
Keseluruhan ilmu ini saling berhubungan dan saling bahu membahu, ahli ilmu agama dalam ajarannya memerlukan filsafat dari sejarah: ahli tafsir, ahli hadis dan ahli fiqih memerlukan syair syair dari adab dalam memahami ayat Alquran dari hadis, ahli sejarah memerlukan bahan yang terdapat dalam Alquran dan hadis, demikian juga ahli filsafat memerlukan kepada Alquran dan hadis dari sejarah.
Dengan demikian ilmu sudah menjadi sebuah keahlian, masuk dalam bidang pemahaman dari pemikiran yang memerlukan kepada sistematika dari penyusunan. Golongan yang sudah ahli dalam keahlian ini adalah golongan nonn Arab yang disebut mawali[9], golongan ini berasal dari bangsa asing atau keturunannya.
Pemerintahan Dinasti Umayyah terbentuk dari watak yang keras dengan perang, serta jiwa mereka begitu kental dengan filsafat kehidupan yan secara tidak langsung berdampak membuat sangat hormat dengan para intelektual sebagai tempat berkeluh kesah, dan mereka menyediakan dana untuk para ulama dan filosof. Penghormatan kepada ulama, secara garis besar dikarenakan ada dorongan semangat keagamaan mereka, sedangkan penghormatan terhadap para filosof karena didorong oleh keinginan untuk menggunakan filsafat sebagaii tandingan melawan Yahudi dan Nasrani.
Kota-kota yang menjadi pusat kegiatan keilmuan di masa ini adalah Damaskus, Kufah, Bashrah, Mekah, Madinah, Kairawan, Kordova, Granada. Di kota-kota tersebut, terdapat beberapa cendekiawan yang begitu mendalami ilmu-ilmu keislaman dan melahirkan karya-karya ilmiah.
Cendekiawan cendekiawan (baca : ulama) yang terkenal di masa ini adalah antara lain; Hasan al-Bashri yang begitu dikenal dengan ulama pakar tafsir, Ibn Syihab al-Zuhri seorang ulama pakar Hadis, Washil bin Atha seorang yang ahli atau pakar Bahasa, Khalid bin Yazid yang ahli dalam bidang Astronomi dan sebagainnya. Berbagai disiplin ilmu yang berkembang pesat saat itu pada garis besarnya terdiri atas dua bidang, yaitu: Al-Adab al-Haditsah (Ilmu-ilmu baru) yang terdiri atas dua yakni; al-‘Ulum al-Islamiyah, misalnya ilmu-ilmu Qur’an, hadis, fiqh, tarikh dan geografi. al-‘Ulum al-Dakhilyah, yakni ilmu-ilmu yang diperlukan dalam kemajuan Islam, misalnya ilmu tentang kedokteran, filsafat, ilmu pasti dan ilmu eksakta yang disalin dari bahasa Persia dan Romawi. Dan yang kedua Al-Adab al-Qadimah (Ilmu-ilmu lama), yaitu ilmu-ilmu yang telah ada di zaman jahiliyah, misalnya ilmu-ilmu lughah, syair, khitabah dan amtsal.
Diantara berbagai peradaban yang berkembang setelah peradaban Nabi Muhammad, kemudian peradaban Khulafaur Rasyiddin, kemudian muncul dan berkembang bani Umayyah memberi pengaruh yang begitu krusial bagi perkembangan islam secara umum.
Bani Ummayyah melalui usaha usaha yang dilakukan oleh para khalifah yang memimpin memberi kontribusi yang sangat menndasar, seperti keadilan sosial, prinsip toleransi umat beragama, maupun upaya pengembangan ilmu pengetahuan dan kajian keagamaan yang terus menuju arah yang lebih rasional.
Dalam kajian kali ini, penulis memfokuskan pada salah satu khalifah berpengaruh daulah bani Umayyah yaitu, khalifah Umar bin Abdul Aziz, walaupun hanya memerintah dalam waktu yang sangat singkat, tiga tahuanan. Beliau adalah khalifah kedelapan dari runtutan khalifah bani Umayyah. Beliau dikenal sebagai pribadi yang santun, bersahaja, toleransi dan usaha yang paling besar adalah memerintahkan secara resmi ulama untuk membukukan hadis nabawi
Usaha yang dilakukan oleh khalifah Umar dilatarbelakangi oleh banyak syuhada penghafal hadis dan banyaknya hadis maudhu (baca: palsu) beredar di masyarakat yang semakin membuat rancu mana hadis yang shohih dan tidak. Dari situlah muncul kesadaran khalifah untuk membukukan hadis secara lebih sistematis dan dapat dipertanggungjawabkan, karena dalam ada hadis Nabi yang berbunyi Barangsiapa yang secara sengaja berdusta dan menyandarkannya kepadaku, neraka adalah tempat yang pantas untuk dia kembali.
Usaha yang khalifah Umar bin Abdul Aziz memberikan perhatian yang lebiih megenai konflik antara bangsa arab dan mawali yang pada masa khalifah sebelumnya muncul fanatik yang berlebih atau yang dikenal arabisme dan disertai penghinaan terhadap kelompok lain yang memunculkan konflik.
Melalui usaha yang dilakukan oleh Khalfah Umar berhasil meminimalisir gesekan gesekan yang muncul dan kontribusi yang paling besar dalam pegkodifikasiaan hadis serta dialektika yang melingkupinya. Khalifah Umar bin Abdul Aziz memberikan perhatian lebih dalam hal ilmu pengetahuan dengan mengirimkan utusan untuk belajar di luar dan menciptakan ahli ahli ilmu tertentu yang semakin banyak dan mendalam.
Jadi, setiap ketetapan yang diambil oleh setiap Khalifah dilatarbelakangi oleh berbagai hal yang ada sekitarnya, begitu juga berbagai ketetapan yang diambil oleh khlifah Umar bin Abdul Aziz pasti ditentukan oleh berbagai hal yang ada disekitarnya semisal toleransi antar kelompok dan kondifikasi hadis.
Catatan Kaki
[1] Drs. H. Achmadi Wahid, M. Ag, dkk. Sejarah kebudayaan islam: menjelajahi peradaban islam, ( Yogyakarta, Insan Madani, 2008) hal. 54
[2] Ibid. Hal. 55
[3] M. Mansur Syarifuddin, Sejarah Peradaban Bani Umayyah I dan II, Dinamika Peradaban Islam, ( Yogyakarta, Pustaka Ilmu, 2013) hal.52–53.
[4] Ahmad al-Husairy, Sejarah Islam Sejak Jaman Nabi Adam Hingga Abad XX. Diterjemahkan dari at-Tarikh al-Islam oleh Samson Rahman, (Jakarta: Akbar Media Eka Sarana. 2008), Cet. Ke-6, hlm 204.
[5] Ibid, hal. 53.
[6] Prof. Dr. Hj. Musyrifah Sunarto, Sejarah Islam klasik: Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam, ( Jakarta, Prenada Media, 2004). Hal. 40
[7] Ibid. Hal.41.
[8] Harun Nasution, Teologi Islam Aliran Aliran Perbandingan,( Jakarta, UI Press, 1971). Hal. 38
[9] Mawali barasal dari maula, budak tawanan peranag yang dimerdekakan. Mereka itu semua mula mula berasal dari bangsa persi atau katurunannya., baik kedua orang tuanya berasal dari bagsa persi atau salah satunya dari bangsa arab.
Debdikbud RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia,Jakarta, Balai Pustaka, 1998
[3] Imam Basyari Anwar,Menolak yang perlu Ditolak1987:hal216 )
[4]M. Sa’ad Ibrahim, Orisinalitas dan perubahan dalam ajaran islam,Jurnal At tahrir 2004:168–169).:
[5] Ibid
[6] H.M. syuhudi Islam, Hadis Nabi yang Tekstual dan kontekstual, (Jakarta: PT. Bulan Bintang,1994)