Keraton Surakarta dan Tafsir Al-Qur’an Suci Bahasa Jawi

Haris Fauzi
3 min readFeb 15, 2021

--

Kontekstualisasi al Quran ke dalam bahasa ummatnya melalui pemikiran para ulama telah menghasilkan begitu banyak kitab tafsir dengan kecenderungan dan karakteristik masing-masing.

Tafsir Al-Qur’an Suci Bahasa Jawi Karya Muhammad Adnan.

Tradisi ini berlandaskan semangat untuk memahami pesan-pesan Tuhan yang disesuaikan dengan perkembangan situasi dan kondisi sosial yang ada. Hingga akhirnya menjadi landasan teologis bagi setiap pemecahan persoalan aktual yang muncul ke permukaan. [1]

Secara geografis, Indonesia merupakan negara muslim yang terletak paling jauh dari tempat kelahiran agama Islam di Timur Tengah, tempat di mana al-Quran diturunkan. Kondisi ini menjadikan terhambatnya proses islamisasi di negeri ini. Di sisi lain, Islam datang ke negeri ini ketika agama tersebut bukan lagi merupakan agama yang unggul baik secara politik, ekonomi, militer maupun budaya, tetapi yang secara umum telah mengalami masa-masa surutnya.[2]

Realitas ini sedikit atau banyak tentu berpengaruh terhadap gerak maju dari dinamika intelektual Islam. Meskipun demikian, fakta sejarah menunjukkan bahwa dinamika intelektual yang berkembang di Negara kepulauan ini telah banyak menghasilkan khazanah pemikiran tafsir al-Quran yang mengagumkan. Hal ini dibuktikan oleh banyaknya karya-karya tafsir al-Quran yang ditulis oleh para mufasir Indonesia.[3]

Sebagai kawasan yang seringkali disebut sebagai pinggiran Islam, perkembangan tafsir di Indonesia relatif berkembang belakangan dibandingkan tradisi tafsir di Timur Tengah sebagai pusat keilmuan Islam.[4] Tradisi tafsir juga tidak lebih dulu berkembang dibanding keilmuan Islam lainnya, terutama seperti tasawuf dan fikih. [5] Tafsir baru semarak di Indonesia ketika memasuki awal abad ke-20. Sebagaimana disampaikan oleh Van Den Berg, yang dikutip oleh Martin van Bruinessen, pada akhir abad ke-19 M tafsir belum dianggap sebagai bagian yang sangat penting dalam kurikulum pesantren.[6]

Tafsir di Indonesia bukan hanya ditulis menggunakan bahasa Arab dan Indonesia, tetapi juga dipublikasikan dengan menggunakan ragam bahasa lokal-daerah seperti Melayu, Jawa, Sunda, Bugis, Aceh dan lainnya. Karenanya signifikansi tafsir (dan terjemah) al Qur’an berbaha lokal terletak pada kekayaan bahasanya sebagai cermin keragaman entis di Indonesia.[7]

Salah satu karya tafsir yang ditulis dalam bahasa Jawa adalah Tafsir al Qur’an Suci Basa Jawi karya KH Raden Muhammad Adnan (1889–1969). Kiai Adnan merupakan ulama di keraton Surakarta. Tafsir ini pertama kali diterbitkan menggunakan aksara pegon oleh Perkumpulan Mardikintoko di bawah prakarsa Kiai Adnan pada tahun 1924. Kemudian berkat usaha anaknya, Abdul Basith Adnan, naskah tafsir ini lalu dipublikasikan dalam aksara latin pada tahun 1970-an.

Yang membedakan tafsir ini dengan tafsir berbahasa Jawa lainnya adalah, penggunaan bahasa Jawa halus (kromo) dalam penafsirannya. Berbeda dengan tafsir al Iklil di Ma’ani al Tanzil karya KH Misbah Mustafa, al Ibriz karya KH Bisri Mustafa, Faid al Rahman karya KH Salih Darat dan lainnya yang menggunakan bahasa Jawa ngoko.

Belum banyak yang melakukan kajian terhadap Tafsir al Qur’an Suci Basa Jawi ini, apalagi yang memfokuskan pada kajian ayat per ayat. Supriyanto misalnya, mengkaji Harmoni Islam dan Budaya Jawa dalam Tafsir Kitab Suci al Qur’an Basa Jawi.[8] Melalui pendekatan hermeneutik, Supriyanto mencoba menunjukkan bahwa Tafsir Kitab Suci al Qur’an Basa Jawi merupakan salah satu karya yang memperkuat keselarasan Islam dan budaya Jawa. Menurut Supriyanto harmonisasi Islam Jawa tampak pada penggunaan bahasa Jawa halus atau hormat, mistisisme Islam Jawa berupa keselarasan lahir batin dan keharmonisan Islam Jawa sebagai jalan kebijaksanaan.

[1] Akhmad Arif Junaidi, Dinamika Penafsiran al Qur’an di Surakarta: 1900–1930,Profetika: Jurnal Studi Islam, Vol. 14, №1, Juni: 2013. Hlm 53

[2] Saleh, (2004: 19) dalam Akhmad Arif Junaidi, Dinamika Penafsiran al Qur’an di Surakarta: 1900–1930,Profetika ….. hlm. 54

[3] Akhmad Arif Junaidi, Dinamika Penafsiran al Qur’an di Surakarta: 1900–1930,Profetika ….. hlm. 54

[4] Atau dalam istilah Clifford Geertz adalah tradisi besar (great tradition) dan tradisi kecil (little tradition). Pembahasan ini dikupas secara mendalam oleh Clifford Geertz dalam bukunya yang berjudul The Interpretation of Cultures.Buku tersebut diterjemahkan oleh Fransisco Budi Hardiman dengan judul Kebudayaan dan Agama yang diterbitkan oleh Penerbit Kanisius Yogyakarta.

[5] Mamat S. Burhanuddin, Hermeneutika Ala Pesantren (Yogyakarta: UII Pres Yogyakarta, 2006), hlm 6

[6] Akhmad Arif Junaidi, Dinamika Penafsiran al Qur’an di Surakarta: 1900–1930,Profetika. Hlm 57

[7] Jajang A Rohmana, ―Memahami Al-Qur‘an dengan Kearifan Lokal: Nuansa Budaya Sunda dalam Tafsir Al-Qur‘an Berbahasa Sunda,‖ Journal of Qur‟an and Hadith Studies 3, no. 1 (2014): 79–99.

[8] S. Supriyanto, Harmonisasi Islamdan Budaya Jawa dalam Tafsir Kitab Suci Al Qur’an Basa Jawi, Wawasan: Jurnal Ilmiah Agama dan Sosial Budaya 3, 1 (Juni: 2018).

--

--

Haris Fauzi
Haris Fauzi

No responses yet