Haris Fauzi
6 min readOct 20, 2018

Hidup Selaras dengan Sistem Etika

Dibalik pria yang hebat ada perermpuan yang hebat pula. || Sumber gambar: Instagram DhiyaSmudge.

Yang dimaksud dengan akhlak dalam pemakaian kata sehari-hari adalah “akhlak yang baik” (al-akhlakul karimah), umpamanya dikatakan : “orang itu berakhlak”, artinya orang itu mempunyai akhlak yang baik, “orang itu todak berakhlak”, artinya orang itu tidak mempunyai akhlak yang baik, atau buruk akhlaknya. Sesungguhnya di samping ada akhlak yang baik ada juga akhlak yang buruk (al-akhlakur radziilah).

Kedudukan akhlak dalam kehidupan manusia menempati tempat yang penting sekali, baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat dan bangsa. Sebab jatuh bangunnya, jaya hancurnya, sejahtera rusaknya sesuatu bangsa dan masyarakat, tergantung kepada bagaimana akhlaknya. Apabila akhlaknya baik (berakhlak), akan sejahterahlah lahir batinnya, akan tetapi apabila akhlaknya buruk (tidak berakhlak), rusaklah lahirnya dan atau batinnya.

Kejayaan seseorang, masyarakat dan bangsa disebabkan akhlaknya yang baik. Dan kejatuhan nasib seseorang, masyarakat dan bangsa adalah karena kehilangan akhlak yang baiknya atau jatuh akhlaknya. Akhlak bukan hanya sekaedar sopan santun, tatakrama yang bersifat lahiriyah dari seseorang, terhadap orang lain, melainkan lebih daripada itu.

Seseorang yang berakhlak mulia, selalu melaksanakan kewajiban-kewajibannya, memberi hak yang harus diberikan kepada yang berhak. Dia melakukan kewajibannya terhadap dirinya sendiri, yang menjadi hak dirinya, terhadap Tuhannya, yang menjadi hak Tuhannya terhadap makhluk yang lain, terhadap sesama manusia, yang menjadi hak manusia lainnya terhadap makhluk hidup lainnya, yang menjadi haknya, terhadapa alam dan lingkungannya dan terhadap segala yang ada secra harmonis.

Manusia terdiri dari unsur kasmani dan rohani. Dalam kehidupannya ada masalah lahiriyah, material, dan ada masalah batiniyah dan spiritual.Apabila seseorang tidak ada lagi rohaninya maka orang itu berarti mati. Sebaliknya apabila tidak ada lagi jasmaninya, juga tidak dapat disebut amnusia. Jasmani dapat hancur dan mati, tetapi rohani apabila meninggalkan jasmani tetap hidup di dalamanya.

Sejalan dengan kehidupan tersebut, maka problema yang bersiafat material tidak akan tetap. Seperti halnya keinginan manusia terhadap yang bersifat material, tidak ada puas-puasnya. Orang yang tidak akan merasa bahagia, apabila yang menjadi dasar kehidupannya bersifat material. Apabila sudah berhasil mendapatkan sesuatu, ia ingin dua, dan dua sudah dicapai dia ingin tiga dan seterusnya tidak akan ada habis-habisnya. Hal ini bisa dihentikan apabila dasar kehidupannya kembali kepada spiritual, sebab jiwalah yang mempunyai kebahagiaan.

Oleh karena itu kebahagiaan dan kemuliaan bukan terletak pada materi semata-mata, melainkan terletak pada jiwa walaupun tidak diingkari bahwa materi adalah mempengaruhinya, akan tetap hanya sebagai alat, bukan yang pokok. Seseorang bahagia dan deritanya tidak dapat diukur dari segi materinya, kekayaan dan dunia raja barana, melainkan dari segi jiwanya.

Di dalam kehidupan masyarakat dan bangsapun sama halnya dengan kehidupan individu. Masyarakat terdiri dari individu-individu seperti tubuh terdari anggota-anggota tubuh dan benda terdiri dari pada sel-sel. Apabila sel-sel dari benda rusak maka seluruh benda itu kena nodanya. Apabila sesuatu anggota badan terkena sakit anggota-anggota badannya terkena rasa sakitnya. Demikian pula apabila sesorang anggota masyarakat itu rusak akhlaknya, maka masyarakat itu terpula kena nodanya. Umpamanya seseorang dari suatu kampung berbuat noda menjadi pencuri, koruptor, perampok atau tukang judi, maka nama kampung tempat asal orang tersebut turut tercemar, manjadi ternoda oleh tingkah alku orang yang berbuat noda tadi.

Fakta-fakta sejarah telah membutikan, semuanya ini. Umpamanya kejatuhan Andalusia di Spanyol, suatu negeri muslim yang termasyhur dengan kebudayaan dan peradabannya dan tokoh-tokoh ahli ilmu pengetahuan muslim dari Andalusia. Masjid Cordoba, istana Al-Hambra yang sampai sekarang berdiri megah dengan seni bangunan yang indah. Kini hanya tinggal menjadi tontonan turis-turis karena keindahannya, yang tidak lagi berfungsi sebagai masjid dan dan tidak pula sebagai istana, karena sudah tidak dikuasai oleh orang-orang muslim lagi. Kini hanya sebagai museum bahkan sebelumnya dijadikan gerja. Istana Al-Hambrta yang juga sampai kini masih berdiri megah dan peninggalan-peninggalan lainnya, hanya sebagai tontonan turis. Tokoh-tokoh ibnu Rusyd (filosuf dan seorang ahli fiqih), Ibnu Hazm (ahli fiqih), Al-Qurthubi (seorang ahli tafsir Al-Qur’an) dan lain-lainnya merupakan bukti kejayaaan Andalusia tempo dulu. Tetapi pada tahun 1492, negeri itu hilang kejayaannya, umat islam lenyap dari Andalusia, disebabkan oleh ulah para pemimpinnya yang tidak bertanggung jawab terhadap nasib umat, melainkan saling bertengkar memperebutkan kedudukan dan kepentingan sendiri-sendiri, padahal musuh sudah mengintai. Mereka lupa akan kewajiban-kewajibannya sebagai pemimpin terhadap nasib masyarakat dan bangsanya. Akhirnya mereka dapat dihancurkan oleh Rja Ferdinan dari Aragon dan sekutunya raja dari Castilla. Umat islam diusir dari Andalusia atau harus meningkatkan agama islamnya.

Maka marataplah seorang penyair Syauqi Bek :“Sesungguhnya bangsa itu jaya selama mereka masih mempunyai akhlak yang mulia, maka apabila akhlak (yang baiknya) lebih hilang maka hancurlah bangsa itu”.

Kejayaan kemuliaan umat di muka bumi ini adalah karena akhlak mereka, dan kerusakan yang timbul di muka bumi ini adalah disebabkan oleh perbuatan mereka sendiri. Karena pentingnya kedudukan akhlak dalam kehidupan manusia ini, maka missi (risalah) Rasulullah SAW itu sendiri keseluruhannya adalah untuk memperbaiki akhlak yang mulia sebagaimana sabdanya :

Agama menurut para ahli teologi (Mutakallimin), didefinisikan dengan : “Ketentuan Tuhan yang membimbing makhluk yang berakal, karena mereka sendiri mencarinya untuk kebahagian di dunia dan di akhirat”

Di dalam hidupnya, manusia selalu mencari kebahagiaan (happiness) dan seterusnya adalah instink mencari kebahagiaan yang menyeluruh, kebaikan yang tertinggi, universal happiness, yang dalam ilmu etika disebut Summum Bonum (Al-Khair al-Kully). Tidak ada seorang manusiapun, selagi masih sehat akalnya, yang ingin celaka atau melarat atau gagal dalam hidupnya. Setiap manusia bahkan setiap sesuatu mempunyai tujuan ingin dicapainya.

Untuk mencapai kebahagian itu setiapa manusia mencari jalan menuju tempat tujuan itu, yaitu kebahagian, dengan segala daya upaya dan sarana yang ada pada masing-masing manusia, yang telah dianugerahkan oleh Allah yang Maha Rahman lagi Rahim. Daya dan sarana yang dipunyai manusia, yang digunakan sebagai senjata untuk mencapai tujuan itu dalam ilmu agama disebut hidayat. Tuhan Maha Rahman lagi Rahim, telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya, apabila dibandingkan dengan makhluk –makhluk yang lain.

Banyak kenyataan-kenyataan yang akal manusia tak mampu menembusnya. Seribu satu macam manusia berusaha dengan perhitungan matematika dan logikanya, namusn ada sesuatu yang sering diluar kemampuan otak manusia, banyak sebab-sebab yang seharusnya bisa menyampaikan kepada tujuan manusia yang dicarinya, namun akal tidak mampu menemukannya, banyak faktor X yang diluar perhitungan akal manusia atau dengan perkataan lain banyak sebab-sebab yang diluar pengetahuan manusia. Seperti yang dialami oleh Albert Einstein, Sir Isac Newton, sarjana-sarjana ilmu alam dan Prof. Dr Sarjito, ahli bakteri. Kiranya benar juga pendapat Immanuek Kant yang mengatakana bahwa kemampuan otak manusia hanya dalam bidang rasio praktis, bidang yang dapat dipikirkan oleh akal saja, yang dibatasi oleh hukum alam. Sedang dibalik rasio praktis terbentang luas tiada batas daerah rasio murni, yang hanya diketahui oleh yang tahu, yang memberikan pengetahuan yang sedikit kepada manusia.

Di dalam mencari kebahagiaan hanya dengan akal saja kebanyakan manusia mengalami jalan buntu, dikiranya jalan kebahagiaan, karena menyenangkan dan menggairahkan, kiranya berakibat menderita lahir dan batin.Sesuai dengan fitrah manusia, manusia mencari jalan menuju kebahagiaan yang universal masa kini dan nanti, maka Allah Maha Rahman dan Rahim memberikan apa yang dicari oleh manusia itu, yaitu suatu jalan yang lurus yang apabila dijalani akan menyampaikan manusia ke tempat tujuannya.

Agama merupakan jalan yang lurus, menuju tempat kebahagiaan yang menjadi tujuan manusia dunia dan akhirat.Maka akhalak yang mulia dalam agama islam adalah melaksanakan kewajiban-kewajiban menjauhi segala larangan-larangan memberikan hak kepada yang mempunyainya, baik yang berhubungan dengan Allah maupun yang berhubungan dengan makhluk dirinya sendiri, orang lain dan lingkungannya, dengan sebaik-baiknya seakan-akan meliahat Allah dan apabila tidak bisa melihat Allah, harus yakin bahwa Allah selalu melihatnya, sehingga perbuatan itu benar-benar dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Dan kesemuanya itu dilandasi dengan iman dan raqarrub kepada Allah.

Orang sering mengidentikkan ihsan dengan akhlak, karena dalam ihsan itu terletak unsur berbuat dengan sebaik-baiknya, sebagaimana pengertian yang diberikan oleh Rasulullah ketika menjawab pertanyaan malaikat jibril tentang ihsan. Akan tetapi akhlak yang mulia menurut isi daripada risalah Rasulullah bukan hanya ihsan, melainkan dalam semua bidang yang juga menyangkut masalah iman dan islam, sebagai kewajiban manusia kepada Allah dan kewajiban manusia kepada makhluk-Nya.

Sign up to discover human stories that deepen your understanding of the world.

Free

Distraction-free reading. No ads.

Organize your knowledge with lists and highlights.

Tell your story. Find your audience.

Membership

Read member-only stories

Support writers you read most

Earn money for your writing

Listen to audio narrations

Read offline with the Medium app

Haris Fauzi
Haris Fauzi

No responses yet

Write a response