“Berislam” di Negara Belanda, Seperti Apa?

Haris Fauzi
2 min readJun 16, 2020
Islam || Source: Twitter Meme Comic Indo

Saya memiliki teman kakak angkatan yang sedang belajar di sebuah Universitas di Belanda. Ketika sekarang dia tinggal disana, muncul banyak sekali pertanyaan teknis menjadi muslim yang baik di negeri yang mayoritas non-muslim, mulai dari masalah waktu sholat, najis, menentukan arah kiblat, sampai memilih makanan yang enak dan halal. Itu semua merupakan contoh yang sering ditemui ketika hidup di negeri orang.

Nyatanya kenyataan hidup di negeri yang mayoritas non-muslim memang punya karakteristik tersendiri. Tidak bisa begitu saja disamakan dengan hidup di negeri kita Indonesia yang mayoritas muslim.

Banyak perkara yang terasa mudah diatasi di negeri kita, namun jadi lumayan rumit juga ketika kita hidup di negeri asing yang jarang-jarang penduduk muslimnya.

Misalnya, di negeri Indonesia kita bisa dengan mudah mengatakan haram mengucapkan selamat natal kepada umat Kristiani, dengan segudang dalil yang bisa dengan mudah kita dapatkan di berbagai kesempatan. Fenomena ini selalu berulang tiap tahunnya.

Tetapi akan jadi repot ketika kita hidup di suatu masyarakat yang nyaris semua teman pergaulan kita merayakan natal. Apakah dimungkinkan bagi seorang muslim untuk –setidaknya- berbasa-basi kepada tetangga kanan kiri yang merayakan natal itu? Apakah memang mutlak haram untuk sekedar menyatakan penghormatan kepada sesama manusia yang kebetulan beda keyakinan? Ataukah pemahaman dan dalil lain yang bisa dijadikan alternatif buat seorang muslim untuk bisa tetap bermasyarakat di tengah mayoritas non-muslim?

Jadi pertanyaan besarnya adalah bagaimana caranya menjadi muslim di negeri minoritas? Dan lebih mendasar lagi barangkali, apakah dimungkinkan bagi seorang muslim untuk hidup di negeri yang mayoritas non-muslim? Kalau memang terlarang, apa dalil yang kuat untuk mengharamkannya? Apakah mutlak keharaman tinggal di negeri non-muslim?

Tentu pertanyaan mendasar ini cukup aktual untuk dikupas dan dikaji. Sejauhmana Islam dapat tetap dipeluk dan dijalankan, di negeri yang mayoritas penduduknya non-muslim.

Umat Islam di negeri minoritas itu sangat membutuhkan pedoman untuk hidup sesuai dengan ajaran Islam. Pedoman itu tidak lain adalah sistem syariah Islam, yang dikenal universal dan abadi, selalu sesuai dengan zaman dan keadaan. Tentunya karena punya sifat tsabat dan tathawwur yang harmonis. Tidak kehilangan originalitasnya sehingga dijamin keasliannya, namun juga tidak kehilangan kelenturannya, karena memang didesain oleh Allah SWT, tuhan semua umat manusia sepanjang zaman.

Syariah Islam yang turun kepada Nabi Muhammad SAW adalah syariah yang terakhir, tidak ada lagi syariah yang turun dari langit. Tidak akan ada lagi nabi yang turun, juga tidak akan ada lagi kitab suci yang dibawa dari langit.

Namun sungguh luar biasa. Meski telah melewati berabad-abad usianya, syariah Islam tetap masih paten dan luwes untuk bisa diterapkan di dalam berbagai keadaan, wilayah geografi, beragam budaya dan bangsa, serta lintas peradaban.

Sign up to discover human stories that deepen your understanding of the world.

Free

Distraction-free reading. No ads.

Organize your knowledge with lists and highlights.

Tell your story. Find your audience.

Membership

Read member-only stories

Support writers you read most

Earn money for your writing

Listen to audio narrations

Read offline with the Medium app

Haris Fauzi
Haris Fauzi

No responses yet

Write a response